pemkotpangkalpinang Ucapan Hari Natal Pemkab Basel
Opini

Tantangan Pembagian Hak Asuh Anak Setelah Perceraian di Indonesia

×

Tantangan Pembagian Hak Asuh Anak Setelah Perceraian di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Tantangan Pembagian Hak Asuh Anak Setelah Perceraian di Indonesia
Amanda Putri Febi Lestari, Program Studi: S1 Hukum, Universitas Bangka Belitung

SEKILASINDONEWS.COM|OPINI – Perceraian adalah fenomena sosial yang seringkali menyebabkan berbagai persoalan hukum, terutama dalam hal pembagian hak asuh anak. Di Indonesia, hukum perdata memberikan pedoman bagaimana untuk menyelesaikan sengketa hak asuh setelah perceraian.

Meskipun hukum ini memberikan kerangka untuk melindungi kepentingan terbaik anak, namun penerapannya masih menimbulkan tantangan dan memiliki dampak besar pada kehidupan anak-anak yang menjadi korban.

Di Indonesia, hak asuh anak setelah perceraian diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya dalam Pasal 41. Pasal ini menyebutkan bahwa setelah perceraian, kedua orang tua tetap memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anak mereka.

Namun, pengadilan akan memutuskan kepada siapa hak asuh anak akan diberikan. Keputusan ini didasarkan pada prinsip “kepentingan terbaik bagi anak,” yang berarti pengadilan akan mempertimbangkan apa yang paling baik bagi anak dari segi kesejahteraan fisik, emosional, dan sosial.

Proses pengambilan keputusan hak asuh dalam perceraian dilakukan melalui hukum acara perdata. Dalam proses ini, salah satu pihak, biasanya pihak ibu atau ayah, mengajukan permohonan hak asuh di pengadilan. Pengadilan kemudian akan menilai situasi yang ada berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh kedua pihak.

Faktor-faktor seperti usia anak, bagaimana hubungan emosional anak dengan orang tua, kemampuan ekonomi orang tua, dan kondisi mental serta fisik kedua orang tua yang akan dipertimbangkan oleh hakim sebelum mengambil keputusan.

Pengadilan biasanya memberikan hak asuh kepada ibu jika anak masih di bawah 12 tahun, karena dianggap anak kecil lebih membutuhkan perhatian dan pengasuhan dari ibu. Tapi, jika ibu dianggap tidak mampu, hak asuh bisa diberikan kepada ayah.

Namun, ini bukan aturan mutlak. Jika pengadilan menilai ibu tidak cocok untuk mengasuh anak, misalnya karena masalah kesehatan mental, kesulitan keuangan, atau ada risiko bahaya lainya bagi anak, maka hak asuh bisa diberikan kepada ayah.

Di sisi lain, Jika hak asuh diberikan kepada ibu, ayah tetap berhak mengunjungi anak. Pengadilan biasanya menentukan jadwal kunjungan untuk ayah, agar hubungan dengan anak tetap terjaga. Hal ini penting supaya anak tetap mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua, walaupun mereka sudah tidak tinggal bersama.

Emosional dan Psikologi Anak Terganggu Ketika Orang Tua Becerai

Perceraian merupakan keputusan hukum yang mengubah banyak hal bagi semua orang yang terlibat, terutama bagi anak-anak. Ketika orang tua bercerai, anak-anak biasanya yang paling terpengaruh secara emosional dan psikologis.

Perpisahan ini bisa membuat mereka merasa bingung, cemas, dan bahkan depresi seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat dengan aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati, kesulitan tidur, perubahan nafsu makan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan masih banyak lainnya. Dampak ini bisa semakin buruk jika ada konflik yang berkepanjangan antara orang tua mengenai hak asuh atau hak kunjungan anak.

Salah satu dampak yang paling umum dari perceraian adalah terputusnya hubungan anak dengan salah satu orang tua, terutama jika orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh tidak menjalankan hak kunjungannya dengan baik. Hal ini dapat menciptakan perasaan kehilangan pada anak dan mempengaruhi hubungan emosional mereka di masa depan. Anak-anak yang terpisah dari salah satu orang tua tanpa adanya interaksi yang memadai dapat mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan yang sehat di masa dewasa.

Selain itu, perceraian juga dapat membawa dampak finansial bagi anak. Pengadilan mengatur bahwa orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh harus tetap memberikan nafkah untuk anak. Namun, dalam prakteknya, sering kali ada yang tidak mematuhi kewajiban ini. Jika salah satu orang tua tidak memenuhi kewajibannya, hal itu bisa mempengaruhi kehidupan anak, termasuk pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan sehari-hari.

Dari pandangan hukum, pengadilan sudah berupaya untuk memberikan keputusan yang adil dan melindungi kepentingan terbaik anak. Namun, pada kenyataannya, pelaksanaan keputusan ini tidak selalu berjalan dengan lancar dan bagaimana semestinya.

Beberapa orang tua yang mendapatkan hak asuh mungkin berusaha untuk menghalangi hak kunjungan pihak lain, sementara ada pula yang tidak mematuhi keputusan terkait nafkah anak. Tentunya kondisi ini dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan, yang justru semakin memperburuk dampak perceraian terhadap anak.