Hadiah dari Langit
Malam itu begitu sunyi. Langit tampak pekat, seolah menyembunyikan cahaya di balik gelapnya. Namun di hatiku, ada nyala harapan yang tak pernah padam.
Aku duduk di bangku rumah bersalin di sebuah kota kecil di ujung selatan Pulau Bangka.
Jemariku saling menggenggam, meremas gelisah yang tak kunjung reda. Waktu terasa begitu lambat, seakan semesta menahan napas, menunggu sesuatu yang istimewa.
Tepat pada 19 Mei 2020, pukul 03.15 WIB dini hari, tangisan kecil menggema. Suara pertama yang kau berikan kepada dunia mengguncang dinding ruangan, memenuhi setiap sudut jiwaku. Aku berdiri, hampir tak percaya bahwa akhirnya kau hadir.
Seorang perawat keluar dengan senyum hangat.
“Selamat, Pak. Putri Bapak lahir dengan selamat.”
Hatiku mendadak penuh. Langkahku terasa berat, bukan karena ragu, tetapi karena diliputi haru. Dan di sana, dalam balutan kain, kau tertidur dengan wajah mungil dan tubuh yang masih merah.
Aku menatapmu lama, memastikan bahwa keajaiban ini nyata. Perlahan, aku membisikkan nama yang telah kusiapkan dengan penuh cinta.
Malam penuh berkah dan keajaiban. Dan bagiku, kau adalah keajaiban itu. Hadiah dari langit yang turun tepat di malam 27 Ramadhan 1441 Hijriah, malam yang diyakini sebagai Lailatul Qadar, malam seribu bulan. Sejak detik pertama kau hadir, aku tahu tak ada yang lebih berharga selain dirimu.
Aku memanggilmu Izah, nama kecil yang selalu kuucapkan saat melihatmu tersenyum. Saat pertama kali ku gendong, tangan mungilmu menggenggam jariku erat, seakan berkata, “Bapak, aku di sini.” Dan sejak saat itu, aku tahu, aku tak akan pernah sendiri lagi.
Hari demi hari, aku menyaksikanmu bertumbuh. Aku masih ingat saat pertama kali kau mencoba menggenggam tanganku, seolah berkata, “Bapak, aku percaya padamu.” Aku masih ingat tawa pertamamu, suara kecil yang seketika menghapus seluruh lelahku.