Dituding Pungli, Pengusaha Toboali Lapor Oknum DPRD Provinsi ke Polisi: Kalau Ada Pungli, Tolong Buktikan
TOBOALI, SEKILASINDONEWS.COM – Seorang pengusaha asal Toboali, Bangka Selatan, Herman Susanto alias Aming, melaporkan seorang oknum anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ke Polres Bangka Selatan atas tuduhan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi bohong terkait dugaan pungutan liar (pungli).
Laporan pengaduan dengan Nomor: STPLP/16/X/ 2025/ RESKRIM tersebut, bermula dari percakapan telepon pada Jumat (9/5/2025) siang sekitar pukul 12.00 WIB, antara Aming dan seorang pria berinisial FJ, yang diketahui merupakan anggota DPRD Provinsi dari dapil Bangka Selatan.
Dalam percakapan itu, FJ menuding adanya pungutan sebesar Rp 6.000 per kilogram dari hasil produksi pasir timah oleh sejumlah CV di kawasan Sukadamai, Toboali. FJ juga mengancam akan mengangkat isu tersebut ke media jika tak ada penjelasan dari pihak Aming.
“Nada bicaranya tinggi dan menuding saya melakukan pungli. Saya sudah coba jelaskan bahwa iuran itu hasil kesepakatan mitra CV, bukan pungli. Tapi FJ langsung mengancam saya dengan nada emosi dan FJ berkata kepada saya ‘Dulu kamu pernah lapor saya dan sekarang saya yang akan lapor kamu’ dan akan menyebarkan informasi ini ke media,” ujar Aming, saat ditemui di Satreskrim Polres Basel, Sabtu (10/5/2025).
Beberapa saat setelah percakapan tersebut, Aming mengaku menerima kiriman tangkapan layar link berita yang di sebar ke grup whatssap Forum Komunikasi Urang Bangka Belitung (FKBB) dengan judul “FJ Anggota DPRD Babel Angkat Bicara Terkait Dugaan Pungli yang Dilakukan Herman Sutanto (Aming).”
Aming menilai pemberitaan itu tidak akurat dan tidak pernah melalui proses konfirmasi atau klarifikasi langsung kepada dirinya. Ia menyebut informasi tersebut sebagai berita bohong yang mencemarkan nama baik.
“Saya tidak pernah dikonfirmasi sebelumnya. Tuduhan ini sangat merugikan saya secara pribadi dan sebagai pelaku usaha. Kalau memang saya dianggap melakukan pungli, silakan buktikan. Kalau tidak bisa, saya akan ambil langkah hukum,” tegas Aming.
Menurut Aming, iuran sebesar Rp 6.000 per kilogram yang dipermasalahkan merupakan hasil kesepakatan tujuh perwakilan CV yang bergerak di bidang penambangan. Iuran itu bersifat sukarela dan ditujukan untuk keperluan sosial, operasional, dan pengelolaan kegiatan.
“Kesepakatan dibuat saat rapat di sebuah kafe di Pangkalpinang. Ada enam direktur dan satu perwakilan yang hadir, dan semuanya menyetujui. Iuran pun hanya akan ditagihkan setelah hasil timah diperoleh, dan tidak bersifat wajib,” jelas Aming.