Senada dengan Asi, Eko Sanjaya, seorang aktivis lingkungan dari Desa Mengkubung, menjelaskan kerusakan parah yang terjadi pada laut dan ekosistem mangrove akibat tambang ilegal yang terus meluas.
“Laporan kami sering tidak direspons karena diduga ada oknum aparat penegak hukum yang terlibat,” ungkap Eko.
Ia pun mengajak masyarakat agar tidak ragu melaporkan langsung kasus-kasus tersebut ke lembaga pusat jika aparat lokal tidak responsif.
Ia juga menekankan bahwa dengan menyelamatkan lingkungan, kehidupan nelayan pun akan ikut terselamatkan.
“Kalau aparat lokal tidak responsif, laporkan ke kementerian, DPR RI, atau Polri,” tegas Eko.
Sebagai bentuk kolaborasi, Eko secara simbolis menyerahkan empat buku terbitan KIARA kepada Asi.
Buku-buku tersebut mencakup topik tentang perlindungan mangrove dan perlawanan masyarakat pesisir, yang relevan dengan perjuangan mereka.
Usai diskusi, Asi mengajak Eko mengunjungi galeri UMKM Suku Mapor yang memamerkan berbagai kerajinan tangan berbahan dasar hasil hutan non-kayu.
“Gebong Memarong ini dibangun seluruhnya dari material hutan. Ini bukti nyata harmoni budaya dan alam,” jelas Asi, menunjukkan bagaimana budaya dan alam dapat hidup berdampingan.