“Ruang perpustakaan harus bisa jadi tempat belajar yang menyenangkan. Mahasiswa membantu kami mewujudkannya,” ungkap pustakawan lainnya.
Secara makro, gerakan literasi ini sejalan dengan rekomendasi Komisi X DPR yang menekankan pentingnya penguatan budaya membaca di tengah rendahnya capaian Indonesia dalam survei literasi internasional seperti PISA. Artinya, apa yang dilakukan mahasiswa UBB di Bangka Barat sesungguhnya beririsan dengan agenda nasional.
Tantangan dan Rekomendasi
Meski langkah ini menjanjikan, masih ada pekerjaan rumah yang perlu diperhatikan. Pertama, perlunya pengukuran indeks literasi setingkat kabupaten agar pemerintah daerah memiliki dasar data yang lebih akurat.
Kedua, program literasi interaktif seperti magang mahasiswa harus berkelanjutan, bukan hanya proyek jangka pendek.
Selain itu, sinergi antar sektor juga mendesak. Literasi bukan hanya urusan perpustakaan atau pendidikan, melainkan juga komunikasi, media lokal, hingga sekolah. Literasi digital pun semakin penting untuk melawan hoaks dan membekali generasi muda dengan keterampilan abad ke-21.
Monitoring, evaluasi, serta dukungan pendanaan yang terukur juga perlu dirancang. Insentif bagi pustakawan kreatif, organisasi masyarakat, dan perguruan tinggi bisa memperkuat gerakan literasi lokal.
Energi Baru untuk Literasi Bangka Barat
Kehadiran mahasiswa magang di Dinas Perpustakaan Bangka Barat jelas bukan sekadar menambah tenaga. Mereka membawa pendekatan segar, ide-ide kreatif, dan dorongan untuk menjadikan perpustakaan sebagai pusat literasi yang ramah bagi masyarakat.
Dengan dukungan data nasional, agenda kebijakan publik, dan partisipasi masyarakat, Bangka Barat punya peluang besar untuk mempercepat transformasi dari sekadar membaca menjadi benar-benar berliterasi tinggi. (blv)