“Menjadi wartawan itu mudah di Indonesia, tetapi untuk memastikan profesionalisme, mereka harus mengikuti UKW. Namun, kenyataannya masih banyak yang tidak mengikutinya. Wartawan yang beritikad buruk harus segera ditindak,” kata Aat.
Sementara itu, Direskrimum Polda Riau, Asep Darmawan, menjelaskan bahwa perlindungan hukum bagi kepala sekolah yang diperas bergantung pada transparansi dalam pengelolaan anggaran. Ia mencontohkan kasus pemerasan di Riau yang berhasil ditangani setelah kepala sekolah melapor.
“Jika tidak ada penyimpangan, kepala sekolah tidak perlu takut. Transparansi anggaran adalah kunci untuk menghindari penyalahgunaan oleh wartawan yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Asep.
Terakhir, Ketua Forum Pemred SMSI, Dar Edi Yoga, menambahkan bahwa hanya sekitar 3.000 dari 47.000 media yang terverifikasi oleh Dewan Pers, sehingga verifikasi identitas wartawan menjadi langkah penting untuk mencegah pemerasan.
“Selalu pastikan apakah wartawan terdaftar dan membawa surat tugas resmi dari redaksi. Jika tidak, kemungkinan besar mereka adalah wartawan abal-abal,” jelas Dar Edi Yoga.
Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah tokoh pers nasional, seperti Ketua Panitia HPN Riau 2025, Marthen Slamet Susanto, Ketua Umum PWI Pusat Periode 2018-2024, Atal S. Depari, serta Sekretaris Dewan Pakar PWI Pusat, Nurjaman Mochtar.
FGD ini menjadi langkah penting untuk memperkuat komitmen dalam menjaga integritas wartawan dan mencegah praktik pemerasan, khususnya di dunia pendidikan, serta membangun hubungan yang sehat antara media profesional dan lembaga pendidikan.