Ia justru mengaku tengah berada di barisan terdepan dalam mendampingi masyarakat menolak ekspansi lahan sawit yang kini makin meluas di wilayah Lepar.
“Bukan saya yang diam, justru saya yang disomasi perusahaan karena mendampingi warga. Saya tempuh jalur administrasi karena tidak ingin terjadi bentrokan antara masyarakat dan perusahaan,” ujar Pindo.
Pindo juga menyinggung bahwa akun TikTok yang membuat video tersebut bukan berasal dari Pulau Lepar dan tidak memahami situasi yang sebenarnya.
“Yang bikin akun ini bukan orang Pulau, dia tidak tahu apa yang sudah kami lakukan. Saya lebih memilih jalur formal, dari camat hingga bupati, untuk menyampaikan aspirasi masyarakat,” lanjutnya.
Sebelumnya, lanjut Pindo, dirinya bersama tiga kepala desa lainnya yang berada di Pulau Lepar, telah menemui Bupati Bangka Selatan, Riza Herdavid untuk menyampaikan penolakan atas perluasan lahan sawit. Namun, niat baik itu malah dibalas somasi dan tudingan tak berdasar.
“Saya dituduh premanisme, padahal saya ingin menghindari konflik. Lebih baik jalur administrasi daripada demo yang berujung anarkis,” katanya.
Pindo berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak asal berbicara di media sosial tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya.
“Kalau memang ingin tahu kebenarannya, datang langsung ke saya. Jangan sembarang unggah konten yang justru menyesatkan publik,” pungkasnya.
Diketahui, perusahaan sawit yang beroperasi di wilayah Lepar mengklaim mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) seluas lebih dari 8.000 hektare. (*)