Padahal menurutnya lagi, sudah dari tahun 2019 Kementerian ESDM dan Kemenkeu mau menaikan royalti tersebut, namun PT Timah terus keberatan. “Saya mau bahas masalah royalti ini PT Timah selalu menghindar, banyak alasan malah dia (PT Timah-red) kirim ormas ke DPRD, dia sendiri di belakang layar, kurang ajar PT Timah ini,” tuturnya.
“Saya maunya PT Timah juga ikut memperjuangakan royalti ini untuk kepentingan daerah,” sambungnya.
Bahkan, dikatakan Beliadi, jangan untuk melihat dokumen alasan untuk merubah Perda RZWP3K, kajian ekonomi untuk daerah dan masyarakat pun dirinya tak pernah melihat keberadaannya hingga saat ini.
“Dengan royalti tiga persen masyarakat kita mau makan laok (lauk, red) belacan saja? PT Timah dapat dagingnya. Saya pribadi tidak membuka pintu sedikit pun untuk kegiatan tambang timah di laut olivier, jika ada pejabat daerah atau siapa yang mengizinkan, saya akan lapor KPK, liat aja nanti,” tegas Politisi Partai Gerindra ini.
Untuk diketahui, PT Timah Tbk memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nomor 503/002/OP-L/BPPT/2015, dimana luasnya mencapai 30.910 hektar dan masih berlaku hingga 21 Juli 2025.
Namun sayangnya, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Babel tidak ada menetapkan zonasi tambang pada Pulau Belitung. (Retok)