Salah satu warisan yang terus dipertahankan hingga kini adalah istilah Kepala Parit (parittew), yang merujuk pada orang Tionghoa yang memiliki keahlian khusus dalam mengelola dan mengarahkan proses tambang.
“Pada industri pewter, misalnya, keahlian orang Tionghoa Bangka sangat diperlukan oleh PT Timah. Akulturasi dan asimilasi antara orang Tionghoa dengan masyarakat Bumiputera Bangka melahirkan orang-orang peranakan Bangka, yang kini menjadi bagian dari berbagai aktivitas perusahaan, termasuk dalam kegiatan CSR, meski sudah tidak terhubung langsung dengan pertambangan timah,” jelas Elvian.
Keberagaman etnis yang ada di Bangka Belitung memang telah terjalin lama. Namun, Elvian berharap agar hubungan harmonis antar kelompok etnis ini semakin diperkuat dengan adanya program-program yang menyentuh langsung sektor ekonomi, sosial, agama, dan budaya, yang akan semakin mendekatkan masyarakat di daerah ini.
“Saya harap, PT Timah ke depan terus berperan dalam menjaga harmoni antar SARA di Bangka Belitung. Sehingga kebutuhan dasar masyarakat serta hubungan keintiman sosial akan terus terjalin dengan baik dan erat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, juga menegaskan bahwa etnis Tionghoa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah penambangan timah di Bangka Belitung. Meski saat ini tidak semua orang Tionghoa bekerja di sektor pertambangan, peran mereka dalam sejarah panjang industri timah tetap tak tergantikan.
“Dulu, masyarakat Tionghoa didatangkan untuk bekerja di sektor pertimahan. Hubungan yang terjalin antara etnis Tionghoa dengan pertimahan Bangka Belitung sangat erat. Meskipun kini banyak yang beralih profesi, sejarah itu tetap penting,” kata Bambang, yang akrab disapa BPJ.
Kini, meskipun industri timah telah mengalami banyak perubahan, sektor ini tetap menjadi tulang punggung ekonomi Bangka Belitung.
Keberadaan etnis Tionghoa dalam sejarah penambangan timah menunjukkan bagaimana industri ini tidak hanya melibatkan tenaga kerja, tetapi juga menggabungkan budaya, keahlian, dan nilai-nilai yang membentuk masyarakat Bangka Belitung hingga saat ini.
Kisah ini, yang telah berlangsung lebih dari tiga abad, membuktikan bahwa penambangan timah dan keberagaman etnis di Bangka Belitung tidak hanya berjalan berdampingan, tetapi juga saling melengkapi dan menguatkan, menciptakan sebuah harmoni sosial yang tak lekang oleh waktu.