Rapat yang digelar PT Timah Tbk pada Jumat (25/4/2025) di Caffe Bang Jo, Pangkalpinang, dihadiri oleh sejumlah pihak, termasuk Kepala Teknik Tambang PT Timah Tbk, Sigit Prabowo, Kepala Bidang Area Bangka Selatan PT Timah Tbk, Misyanto, serta perwakilan tujuh CV mitra, termasuk CV Angsana Permai. Namun disaat pembahasan internal mitra, pihak Sigit maupun Misyanto keluar dan tidak ikut dalam rapat pembahasan tersebut.
Dalam pertemuan itu, disepakati beberapa poin krusial terkait operasional pertambangan.
Poin-poin kesepakatan tersebut meliputi penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Izin Lokal Operasi (SILO) sesuai kuota yang ditetapkan PT Timah, penetapan iuran operasional sebesar Rp6.000 per kilogram pasir timah untuk mendukung berbagai kegiatan termasuk penanganan dampak sosial dan lingkungan serta tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Selain itu, disepakati pula evaluasi kinerja mitra dengan target produksi harian 10–20 kg serta sanksi berupa daftar hitam (blacklist) bagi mitra yang gagal memenuhi target secara berulang. Keterlibatan media, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pelaksanaan kegiatan CSR juga menjadi bagian dari kesepakatan.
Dalam rekaman percakapan tersebut, Ferry diduga melontarkan ancaman kepada Aming. “Karena dulu kamu pernah melapor saya, maka sekarang saya akan lapor balik kamu. Saya akan naikkan berita ke media, headline-nya: Boss Aming menerima uang Rp6.000 dari tambang.”
Pernyataan yang terucap dalam rekaman itu dinilai sebagai bentuk intimidasi yang berpotensi menciptakan tekanan sosial terhadap pihak-pihak terkait. Di sisi lain, Aming bersikukuh bahwa iuran operasional tersebut merupakan hasil musyawarah resmi dan bukan merupakan praktik pungutan liar.
Hingga berita ini diturunkan, Ferry belum memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait isi rekaman percakapan tersebut. PT Timah Tbk juga belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai dugaan keterlibatan anggotanya dalam kasus ini.
Publik kini menyoroti tajam penggunaan hak imunitas oleh anggota dewan, yang dinilai tidak seharusnya menjadi perisai untuk menghindari proses hukum jika terbukti melakukan pelanggaran.
Jika dugaan keterlibatan oknum pejabat dalam aktivitas pertambangan ilegal ini terbukti benar, hal tersebut berpotensi merusak kredibilitas pemerintahan daerah.
Kasus ini juga menggarisbawahi perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap implementasi regulasi pertambangan serta transparansi dalam operasionalisasi mitra PT Timah Tbk di lapangan. (Tim Jobber)