Lantas apalagi yang menjadi halangan bagi Kejaksaan Agung RI maupun Kejaksaan Tinggi Babel untuk menyeret mantan Gubernur Babel, Erzaldi Rosman menyusul mantan kepala dinasnya.
Yang jelas, penetapan H. Marwan S.Ag pada Senin (26/8/24) petang oleh Kejati Babel, menambah jumlah deretan mantan bawahan Erzaldi Rosman semasa jadi Gubernur, menjadi 5 orang. Ini belum termasuk ASN yang terseret juga dalam perkara ini. Sebuah ironi memang, di mana teriakan para eks Kadis yang harus jadi tersangka ini menantang keberanian Kejaksaan untuk menyeret Erzaldi Rosman, yang bersangkutan malah siap go show bersiap kembali ikut kontestasi Pilgub Babel.
Erzaldi Rosman yang kuat atau Kejaksaan tak bernyali untuk menyeret mantan Gubernur Babel tersebut? Jelas ini yang menjadi tanda tanya publik atas perkembangan berbagai perkara tipikor ini. Seperti yang diucapkan oleh Andi Kusuma SH, MH, C.Tl selaku penasihat hukum H. Marwan S.Ag, bahwa gelaran Pilkada seolah menjadi tameng untuk menunda proses hukum terhadap seseorang yang terindikasi terlibat perkara tipikor. Padahal tipikor masuk kategori extra ordinary crime. Sementara di satu sisi, Pilkada memberi panggung bagi para koruptor.
Sejak tangisan pilu eks Plt. Kadis ESDM Babel, Supianto sembari masuk mobil tahanan di Kejagung RI 2 pekan lalu karena skandal topikor Rp 300 T, kemudian petikan eksepsi terdakwa Suranto Wibowo melalui pengacaranya, hingga tantangan Marwan S.Ag kepada Kejati Babel, asumsi yang terbangun seolah mereka hanyalah tumbal karena melaksanakan perintah pimpinannya.
Jadi seberapa lama Kejaksaan mampu menahan desakan yang terus mengemuka ini, atau kah penegakan hukum memang harus mengalah atas dalil hak demokrasi. Sehingga keikutsertaan Erzaldi Rosman dalam Pilgub Babel yang menahan Kejaksaan untuk menyeret mantan Gubernur Babel tersebut. Atau… Seperti tudingan para mahasiswa yang berdemo pekan lalu di depan Gerbang Selatan Kejagung RI, diduga ada oknum Jaksa yang memang sudah terima ‘sesajen’ untuk melindungi.
Redaksi sepakat dengan idiom yang diucapkan oleh Andi Kusuma SH, MH, C.Tl “Fiat justitia ruat caleum” hendaklah keadilan ditegakkan, walau langit akan runtuh” jadi jelas bahwa penegakan hukum demi keadilan itu tidak bisa ditunda, meski langit akan runtuh, apalagi sekedar karena negara ini ingin melaksanakan pilkada. Bukankan kita semua sepakat bahwa semua sama di haadapan hukum dan menjadikan hukum itu sendiri sebagai Panglima. Jadi tak ada alasan bagi Korp Adhiyaksa untuk menegakkan hukum yang seadil-adilnya.(**)