Ketika kawasan tersebut masuk zona pertambangan, pemilik IUP kata dia bisa mengajukan izin untuk mengelola kawasan tersebut dengan mengikuti aturan yang berlaku.
“Kawan-kawan di perizinan tidak bisa menolak karena kesesuaian ruangnya sesuai pasal 5 tahun 2001, begitu pas ruangnya, itu zona tambang, KKP akan memprosesnya dalam sistem OSS. Kita tidak mungkin melarang, PT Timah jangan kau isi OSS itu, tidak bisa,” ujarnya.
“Kenapa? karena perencanaan sesuai. Prinsipnya tidak bisa melarang karena sudah sesuai, kalau tidak sesuai OSS akan menolak, contohnya PT Timah mengajukan di zona pariwisata pasti ditolak,” lanjutnya.
Menyikapi hal ini, Ketua Ikatan Karyawan Timah (IKT) Riki Febriansyah mengapresiasi langkah KKP yang telah menjelaskan secara gamblang tentang status Perairan Beriga sebagai zona penambangan.
Sehingga, menurutnya masyarakat dapat memahami hal ini untuk menghindari berbagai dinamika. PT Timah sebagai pemilik IUP bisa mendapatkan kepastian berusaha dan manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat dan negara.
“Penjelasan yang disampaikan KKP sangat jelas, bahwa sebagai Pemilik IUP PT Timah telah menyelesaikan perizinannya untuk melakukan operasi dan produksi di Perairan Beriga karena memang masuk zona tambang,” katanya.
Ditegaskannya, PT Timah dalam proses penambangan juga melibatkan masyarakat sekitar, memberikan kontribusi dalam bentuk CSR dan tanggung jawab sosial serta berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sumber : www.timah.com