Penerapan kebijakan zero plastic leakage serta pelibatan kru dan HSE officer dalam pengendalian dan pengawasan lapangan secara rutin juga ditekankan olehnya.
“Kepala kapal dan ABK adalah ujung tombak. Pengawasan harus dilakukan melalui audit internal harian hingga mingguan. Inilah bentuk nyata dari pendekatan beyond compliance,” ungkap Ales.
Komitmen PT Timah dalam Mengelola Limbah
Benny P. Hutahaean menjelaskan, pengelolaan limbah di kapal produksi PT Timah tidak hanya kewajiban teknis, tetapi bagian dari komitmen keberlanjutan perusahaan terhadap lingkungan laut.
“Kami menerapkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle, melakukan audit harian, pemilahan sampah di kapal, dan memanfaatkan energi ramah lingkungan seperti panel surya,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa plastik dari kegiatan bersih-bersih pantai juga disalurkan ke bank sampah dan ditukar dengan bahan pokok untuk masyarakat.
“Seluruh tahapan pengelolaan limbah, dari pemilahan hingga pelaporan dilakukan secara sistematis dan dilaporkan melalui sistem SIMPEL milik Kementerian LHK. Kami pastikan tidak ada pencampuran limbah. Semua dipisah dan dilabeli, organik, anorganik, dan B3. Semua tercatat dan diawasi,” tegas Benny.
Mikroplastik: Ancaman Nyata Kesehatan Manusia
Di sisi lain, Prof. Muhammad Reza Cordova dari BRIN memaparkan data yang mengkhawatirkan. Mikroplastik, menurutnya, telah menjadi ancaman nyata terhadap kesehatan manusia, bukan lagi sekadar isu lingkungan.
“Saat ini, rata-rata warga Indonesia menyerap sekitar 15 gram plastik per bulan, setara tiga kartu ATM, melalui makanan, minuman, dan udara. Jika tidak dikendalikan, dua generasi ke depan bisa menyerap hingga 8.000 kartu ATM per tahun,” ungkapnya.
Prof. Reza menjelaskan bahwa mikroplastik telah ditemukan dalam darah, otak, bahkan ASI manusia, dengan dampak yang mencakup gangguan hormon, metabolisme, hingga potensi kanker.
“Plastik tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya pecah menjadi bagian lebih kecil dan masuk ke tubuh makhluk hidup. Ini adalah krisis kesehatan global,” tegasnya.
Ia juga menyoroti sifat sampah plastik yang lintas batas, dapat mencemari wilayah pesisir manapun mengikuti arus laut, termasuk di Bangka dan Kalimantan Barat.
“Kegiatan ini diharapkan menjadi refleksi dan dorongan untuk memperkuat praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan adaptif terhadap tantangan lingkungan global,” pungkasnya.
Laut Bukan Tong Sampah