“Kami ingin Teluk Rumbia tidak hanya jadi tempat singgah, tapi juga tempat tumbuhnya harapan. Ini bukan sekadar kegiatan, tapi bentuk cinta pemuda terhadap kampungnya,” ujarnya.
Bagi Aldi dan rekan-rekannya, Bozem bukan sekadar lokasi wisata, tetapi simbol kebangkitan masyarakat pesisir.
“Kalau dulu laut ini hanya tempat kapal menambatkan jangkar, sekarang tempat ini jadi jangkar harapan masyarakat,” katanya sambil menunjuk perahu-perahu kayu di tepian muara.
Kegiatan berlangsung penuh kebersamaan. Warga tak hanya datang berbelanja, tapi juga ikut berpartisipasi. Ada yang mendonorkan darah, membersihkan area pantai, hingga membantu menata tenda-tenda UMKM. Semuanya dilakukan dengan semangat gotong royong.
“Wisata itu bukan hanya soal tempat indah, tapi soal manusia di dalamnya. Dan Teluk Rumbia hari ini telah menulis bab baru: tentang pemuda, gotong royong, dan kebangkitan ekonomi pesisir,” ujar Fachriansyah.
Menjelang sore, cahaya matahari memantul di permukaan air Bozem, menyoroti siluet perahu tua dan anak-anak yang bermain di tepian. Para pengunjung masih tampak menikmati suasana sambil berfoto dan berbelanja produk UMKM.
Kegiatan sederhana ini menjadi bukti bahwa tanpa anggaran besar, masyarakat bisa membangun wisata yang berkelanjutan. Dukungan dari pemerintah dan perusahaan hanya menjadi penguat, tetapi api utamanya datang dari warga sendiri.
Kini, Teluk Rumbia tak lagi sekadar teluk yang sunyi. Ia telah menjadi ruang hidup baru bagi masyarakat Tanjung, tempat ekonomi tumbuh, budaya dijaga, dan semangat muda terus menyala.
Dari tangan-tangan pemuda inilah, Bangka Barat membuktikan bahwa kebangkitan sejati dimulai dari akar, bukan dari atas. (blv)

















