Motif kembang kenanga menjadi salah satu yang paling diminati karena pernah memenangkan penghargaan tingkat nasional dengan predikat bintang empat.
Namun, di tengah gempuran zaman digital, Maslina mengakui tantangan terbesar saat ini adalah menumbuhkan minat generasi muda untuk ikut menenun.
“Saya sering ke sekolah dan kampus, ngajarin cara menenun cual. Banyak yang tertarik, tapi sedikit yang mau menekuni. Padahal kalau ditekuni, hasilnya bisa membanggakan,” ungkapnya.
Melalui dukungan PT Timah, Maslina terus berinovasi dengan menghadirkan motif baru seperti Balok Timah dan Pinang Mas, yang terinspirasi dari potensi lokal Bangka.
“Kami bangga punya bapak angkat seperti PT Timah. Mereka tak hanya bantu dari sisi ekonomi, tapi juga ikut menjaga warisan budaya agar tak punah,” tuturnya penuh haru.
Setiap kali mengikuti pameran yang difasilitasi PT Timah Tbk, produk tenun cual karyanya selalu laku terjual. Dukungan perusahaan ini, katanya, menjadi bukti nyata bahwa sinergi antara dunia industri dan masyarakat bisa melahirkan manfaat besar bagi pelestarian budaya daerah.
“Cual bukan sekadar kain, tapi identitas Bangka Belitung. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Mari generasi muda, jangan malu jadi perajin. Ini warisan leluhur yang harus kita rawat bersama,” pesan Maslina.
Melalui tangan-tangan terampil seperti Maslina Yazid dan kolaborasi berkelanjutan bersama PT Timah Tbk, tenun cual Bangka kini bukan hanya simbol keanggunan, tetapi juga cermin ketahanan budaya di tengah modernisasi.
Dari setiap helai benangnya, tersulam doa dan asa agar tradisi lokal terus hidup tak lekang oleh waktu.













