“PT Timah telah memulai perhitungan cadangan sejak 2016 di Tanjung Ular. Kini, persiapan pengelolaan rare earth terus dilakukan agar kekayaan ini dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Prof. Brian menekankan bahwa Indonesia akan bekerja keras mengolah rare earth hingga ke tahap hilirisasi, termasuk teknologi pemurnian dan pemisahan, sehingga nilai tambahnya meningkat.
“PT Timah akan menjadi pelopor penguasaan teknologi dan hilirisasi rare earth. Ini akan menjadi kontribusi signifikan bagi kesejahteraan bangsa. Kami akan melakukan uji coba, pengukuran, dan pemisahan untuk memajukan industri nasional. Kesempatan ini adalah terobosan besar bagi Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT Timah, Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara, menyampaikan bahwa perusahaan telah melakukan eksplorasi dan pengolahan logam tanah jarang melalui konsep triple helix, yang melibatkan Pemerintah, Universitas, dan Industri.
PT Timah juga menjalin kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung untuk merancang riset terpadu, mulai dari eksplorasi mineral ikutan timah, pengolahan logam tanah jarang, hingga pemanfaatan slag timah.
“Kami memastikan semua langkah berbasis riset dan pengetahuan. Dukungan semua pihak sangat dibutuhkan untuk mengolah mineral ikutan ini,” kata Suhendra.
Ia menambahkan, PT Timah berharap adanya dukungan berupa penjaminan keberlanjutan pasokan bahan baku mineral, pengaturan kebijakan, kemitraan strategis, jejaring pakar, laboratorium pengujian, fasilitas penelitian dan pengembangan terpadu, serta kolaborasi dengan penyedia teknologi industri.
“Langkah ini sangat penting untuk mempercepat penguasaan teknologi, transfer pengetahuan, dan industrialisasi rare earth di Indonesia,” pungkasnya. (*)