Tidak hanya itu, Rudi juga mengajukan kwitansi fiktif untuk pembayaran bengkel yang sebenarnya tidak pernah ada. Dana hasil pencairan kemudian dialirkan ke rekening pribadinya.
Bendahara Sandi ikut mencairkan dana tersebut secara melawan hukum. Bahkan, ia langsung mentransfer uang negara ke rekening pribadi Rudi. Sebagai kompensasi, Sandi ikut mendapat bagian yang digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Bengkel yang diajukan itu fiktif, hanya dibuatkan SPJ. Saat dana cair, Sandi menerima imbalan uang untuk kepentingan pribadi,” tegas Sabrul.
Sementara itu, Yopi dari CV. Yoga Umbara berperan menyediakan dokumen fiktif sebagai pelengkap laporan. Ia mendapat imbalan 2,5 persen dari nilai proyek serta janji proyek lanjutan dari Satpol-PP. Akibatnya, kerugian negara yang ditemukan mencapai Rp412.516.414.
“Perbuatan para tersangka dinilai bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Modus yang dilakukan menyalahi Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Bupati Bangka Selatan Nomor 31 Tahun 2022,” ujarnya.
Keempat tersangka dijerat Primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau alternatif Pasal 9 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Setelah mempertimbangkan alasan penahanan, penyidik memutuskan menahan keempat tersangka di Lapas Kelas IIa Pangkalpinang selama 20 hari ke depan,” pungkasnya. (ris)
















