Salah satu agenda utama kunjungan ini adalah pengajuan bantuan mobil perpustakaan keliling kepada Perpusnas RI. Program ini diharapkan mampu menjangkau wilayah pedesaan yang sulit diakses, sekaligus memperluas jangkauan literasi hingga ke pelosok Bangka Barat.
“Mobil perpustakaan keliling bagi kami bukan sekadar kendaraan, tapi jembatan menuju mimpi. Itu simbol harapan bahwa setiap anak, di mana pun ia tinggal, berhak atas pengetahuan,” tutur Yus.
Deputi Perpusnas RI, Adin Bondar, menyampaikan apresiasi atas komitmen Pemerintah Kabupaten Bangka Barat yang dinilai konsisten membangun gerakan literasi hingga ke tingkat desa.
“Bangka Barat luar biasa. Kami melihat literasi di sana bukan sekadar program, tapi gerakan sosial yang tumbuh dari masyarakat,” ujar Adin.
Ia juga memastikan bahwa Perpusnas akan mendukung pengajuan bantuan mobil perpustakaan keliling setelah proposal resmi diajukan, dengan menyesuaikan kemampuan anggaran tahun berikutnya.
Selain itu, Perpusnas RI berencana menggelar event literasi nasional di Kabupaten Bangka Barat tahun depan, sebagai bentuk dukungan atas semangat literasi daerah tersebut.
Kunjungan ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan panjang literasi Bangka Barat. Di tengah gempuran budaya digital dan hiburan instan, pemerintah daerah itu memilih jalan berbeda menguatkan manusia lewat buku dan pengetahuan.
Farouk Yohansyah pun menutup pertemuan dengan pernyataan yang menggambarkan filosofi perjuangan literasi di Bangka Barat.
“Perpustakaan itu bukan sekadar gedung, tapi jiwa dari pengetahuan. Jika ia bisa bergerak, maka pengetahuan akan hidup,” ujarnya.
Kini, perjuangan literasi di Bangka Barat terus berlanjut. Dari perpustakaan desa hingga sekolah di pesisir, semangat membaca terus dijaga agar tidak padam.
Melalui kunjungan ke Perpusnas RI ini, pemerintah daerah menegaskan tekadnya: masa depan Bangka Barat akan ditulis dengan tinta pengetahuan dan cahaya literasi. (blv)