Sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kewenangan pengelolaan pertambangan mineral logam timah berada di tangan Pemerintah Pusat. Pemprov Babel berperan sebagai fasilitator untuk menjembatani kepentingan berbagai pihak.
“Kami berkomitmen untuk terus melakukan koordinasi, sinkronisasi, mediasi, dan advokasi demi tercapainya solusi yang berkeadilan,” kata Sugito.
Sugito juga mengapresiasi peran Kejaksaan Agung RI dalam mencari titik temu antara kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial dalam tata kelola pertambangan timah di Babel.
“Prinsip transparansi, inklusivitas, dan keberlanjutan harus dijunjung tinggi dalam pengambilan kebijakan pertambangan. Setiap keputusan harus berdasarkan data yang akurat dan terbuka untuk semua. Semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, perusahaan, dan pemerintah, harus dilibatkan,” jelasnya.
Penandatanganan MoU ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang seimbang, meminimalkan dampak negatif pertambangan, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
“Momentum ini adalah kesempatan bagi kita untuk membuktikan bahwa melalui musyawarah dan mufakat, kita bisa menemukan solusi terbaik demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama,” pungkas Sugito.