Oleh: Feranda Junia Esentia, Mahasiswa Hukum Universitas Bangka Belitung
Tambang Ilegal di DAS Belo Laut sebagai Cermin Krisis Etika Lingkungan dan Tata Kelola
KEGIATAN pertambangan bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang berupa mineral dalam tanah. Aktivitas ini sangat penting bagi kehidupan, terutama bagi manusia di dunia. Banyak barang yang kita gunakan sehari-hari, seperti alat komunikasi dan moda transportasi, berasal dari bahan tambang.
Kegiatan pertambangan dilakukan untuk memanfaatkan sumber daya alam berupa mineral, yang penting bagi kehidupan sehari-hari manusia.
Namun, penambangan timah ilegal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Belo Laut, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, telah menimbulkan kerusakan lingkungan parah.
Hutan yang seharusnya melindungi ekosistem telah rusak, menyebabkan hilangnya tumbuhan dan erosi tanah. Ada juga pencemaran air dari limbah, yang mengancam kesehatan biota sungai dan masyarakat di sekitarnya.
Aktivitas penambangan timah ilegal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Belo Laut telah menyebabkan kerusakan ekologis yang sangat serius.
Hutan yang seharusnya melindungi ekosistem telah mengalami kerusakan besar, terlihat dari hilangnya tumbuhan, tanah yang tererosi, serta sedimentasi sungai yang mengganggu aliran air.
Pencemaran air akibat limbah pertambangan, termasuk risiko terpapar logam berat seperti merkuri, telah menurunkan kualitas air dan mengancam kehidupan biota sungai serta kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Selain itu, kerusakan habitat mangrove seluas lima hektare telah menghilangkan tempat tinggal bagi flora dan fauna setempat, termasuk spesies langka yang bergantung pada ekosistem pantai.
Dampak ini dirasakan langsung oleh masyarakat: hasil tangkapan ikan menurun, sumber air bersih hilang, dan mata pencaharian tradisional seperti nelayan dan petani terganggu.
Dari sudut pandang etika, penambangan ilegal di Belo Laut melanggar hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.
Ketidakadilan lingkungan sangat mencolok, di mana masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam menjadi yang paling dirugikan oleh tindakan sekelompok penambang.
Sikap mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan nilai lingkungan menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap keberlanjutan dan keadilan ekologis.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pertambangan mencakup berbagai tahapan kegiatan untuk penelitian, pengelolaan, dan pemanfaatan mineral atau batubara, yang meliputi proses seperti penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, transportasi, serta penjualan, termasuk kegiatan pasca-pertambangan.
Banyak warga yang mengandalkan sektor ini dari generasi ke generasi, baik melalui perusahaan resmi maupun penambangan kecil. Kegiatan pertambangan memang memberikan dampak positif, seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekonomi lokal, dan peningkatan pendapatan daerah.
Namun, aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa pengawasan yang ketat sering kali mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sulit diatasi.
Lubang-lubang dari tambang ditinggalkan terbuka, mengubah ekosistem menjadi area tandus. Air tanah terkontaminasi, lahan pertanian menyusut, dan hutan yang seharusnya menjadi paru-paru lingkungan terancam punah.
Dampak Lingkungan yang Sistemik
Aktivitas tambang ilegal telah menyebabkan kerusakan besar pada lingkungan, terutama di daerah aliran sungai (DAS) dan pada kualitas air.
Pencemaran air tidak hanya mempengaruhi kesehatan manusia, tetapi juga mengganggu sektor pertanian, perikanan, serta keberlanjutan ekonomi lokal.