“Buaya adalah satwa dilindungi, tetapi kami kesulitan menampung lebih banyak lagi karena keterbatasan fasilitas,” katanya.
Menurut Endy, sektor pertambangan tetap dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Namun, aktivitas tersebut harus dilakukan dengan prinsip good mining practice (GMP), termasuk pemulihan lahan dan reklamasi.
“Pertambangan harus berwawasan lingkungan, menerapkan konservasi, dan menjalankan fungsi reklamasi agar ekosistem tetap terjaga,” tegasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, kata Endy, diperlukan sinergi antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat. Penegakan hukum terhadap tambang ilegal harus diperketat, disertai program rehabilitasi lahan dan restorasi ekosistem sungai.
“Upaya konservasi satwa liar perlu ditingkatkan, misalnya dengan mendirikan kawasan konservasi baru dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam,” ucap Endy.
Endy menambahkan, perusahaan pertambangan legal, seperti PT Timah, diharapkan dapat menjadi contoh dalam menerapkan praktik tambang berkelanjutan.
Keterlibatan aktif perusahaan dalam program penanaman kembali, penyelamatan satwa, dan edukasi lingkungan dinilai penting untuk memulihkan ekosistem yang rusak.
Endy menegaskan, ekosistem yang terjaga adalah fondasi keberlanjutan bagi masyarakat dan satwa liar Bangka Belitung.
“Memulihkan ekosistem yang rusak membutuhkan waktu dan usaha besar. Namun, dengan kolaborasi yang kuat, alam bisa kembali seimbang. Menghentikan tambang ilegal dan memprioritaskan konservasi bukan hanya tentang melindungi satwa, tetapi juga memastikan generasi mendatang dapat hidup berdampingan dengan kekayaan alam yang menjadi identitas Bangka Belitung,” pungkasnya. (*)