AKBP Pradana menegaskan bahwa pencemaran sumber air bersih bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga menyangkut ketahanan hidup masyarakat.
Ia menambahkan, pihaknya akan menggandeng instansi lain untuk mengusut jaringan tambang ilegal di kawasan tersebut.
Keadilan yang Dikhianati
Sejumlah warga Mentok mengaku kecewa atas lambannya penindakan terhadap aktivitas tambang liar yang sudah lama berlangsung.
Salah seorang warga, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa air keruh telah mengalir dari PDAM selama beberapa minggu terakhir.
“Air adalah hak, bukan hadiah. Ia harus dijaga, bukan dijarah,” ujarnya dengan nada kesal.
Ia juga menyebut adanya kesan pembiaran dan lemahnya pengawasan dari aparat selama ini, hingga tambang ilegal terus beroperasi meski jelas-jelas berada di kawasan hutan lindung.
Penyuluhan dan Solusi Jangka Panjang
Di luar upaya penertiban, warga berharap ada pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif kepada para pelaku tambang. Aktivitas tambang ilegal, menurut warga, tumbuh dari kebutuhan ekonomi dan minimnya lapangan pekerjaan.
“Jangan hanya ditindak. Berikan solusi, beri pelatihan, beri alternatif mata pencaharian,” ujar warga lainnya.
Aktivis lingkungan juga menyuarakan hal serupa. Menurut mereka, penanganan tambang ilegal tidak bisa hanya dengan operasi sporadis, tetapi harus dilakukan menyeluruh melalui edukasi, regulasi ketat, dan pendampingan sosial.
Harapan Ke Depan
Kasus pencemaran sumber air PDAM Mentok menjadi alarm keras bagi seluruh pemangku kebijakan di Bangka Barat. Ketika air bersih sebagai hak dasar mulai dirampas oleh ketamakan, maka bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga martabat dan keadilan.
Penindakan tegas, transparansi hukum, dan program pemberdayaan warga menjadi solusi jangka panjang yang perlu segera dilakukan. Jangan sampai air bersih hanya tinggal cerita, dan keadilan hanya jadi wacana.