Scroll untuk baca artikel
Pasang Iklan
IMG-20250817-WA0093
Ucapan Selamat Pelantikan Wali dan Wakil Wali Kota Pangkalpinang
Berita

Tradisi Sembahyang Rebut di Mentok Jadi Aset Budaya, Begini Penjelasan Bupati Markus

×

Tradisi Sembahyang Rebut di Mentok Jadi Aset Budaya, Begini Penjelasan Bupati Markus

Sebarkan artikel ini
Tradisi Sembahyang Rebut di Mentok Jadi Aset Budaya, Begini Penjelasan Bupati Markus

Tradisi Sembahyang Rebut di Mentok Jadi Aset Budaya, Begini Penjelasan Bupati Markus

SEKILASINDONEWS.COM – Tradisi Sembahyang Rebut di Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, resmi ditetapkan sebagai aset budaya daerah. Penetapan ini disampaikan langsung oleh Bupati Bangka Barat, Markus, dalam perayaan Sembahyang Rebut di Kelenteng Kong Fuk Miao, Sabtu (6/9/2025) malam.

Malam itu, cahaya lampion berpendar indah dari halaman kelenteng, aroma dupa memenuhi udara, menghadirkan suasana sakral penuh kebersamaan. Ratusan warga Tionghoa bersama masyarakat lintas etnis dan agama larut dalam perayaan yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Dalam sambutannya, Markus menegaskan bahwa Sembahyang Rebut merupakan adat istiadat masyarakat Tionghoa yang terus dilestarikan, tidak hanya di Mentok tetapi juga di Parittiga, Jebus, Kundi, hingga Desa Pelangas.

“Sembahyang Rebut merupakan adat istiadat masyarakat Tionghoa yang sudah turun-temurun dan terus dilestarikan, khususnya di Mentok. Tahun depan, acara ini akan menjadi agenda wisata budaya yang kita dukung penuh,” ujarnya.

Markus menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat juga menyiapkan anggaran sebesar Rp1,2 miliar untuk mendukung berbagai kegiatan adat, termasuk Sembahyang Rebut yang kini telah masuk dalam Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) 2025–2029.

“Kami sangat bersyukur masyarakat Bangka Barat masih melestarikan warisan yang ditinggalkan nenek moyang. Tradisi ini bukan hanya milik satu komunitas, melainkan kebanggaan kita semua,” tutur Bupati Markus.

Ketua Panitia Sembahyang Rebut menjelaskan, inti dari ritual ini adalah menghormati arwah leluhur dan arwah “liar” yang tidak dikenal demi menjaga keseimbangan alam baka.

Dalam ajaran Khonghucu, bulan ketujuh penanggalan Imlek dipercaya sebagai saat pintu alam baka terbuka, sehingga arwah bebas keluar masuk.

Umat mempersembahkan makanan dan sesajen berupa hasil bumi seperti buah-buahan, sayuran, hingga daging. Semua itu menjadi tanda penghormatan dan bakti kepada orang tua, leluhur, serta arwah-arwah tak dikenal agar tidak menjadi gentayangan.

Lebih dari sekadar ritual, tradisi ini diyakini sebagai cara membuang kesialan, memohon perlindungan dari mara bahaya kepada Dewi Kwan Im dan Sang Pencipta, serta menjaga keberuntungan hidup di masa depan.

Akses Terus Biar Update
IMG-20250806-WA0043
previous arrow
next arrow