SEKILASINDONEWS.COM – Pada era digital, peran buzzer dan influencer di Indonesia semakin signifikan. Mereka bukan hanya sekadar penyampai informasi, tetapi juga pembentuk opini publik yang memiliki pengaruh luar biasa.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) pada tahun 2017, buzzer pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 2009.
Kemunculan buzzer ini bertepatan dengan meningkatnya jumlah pengguna Twitter di Indonesia pada waktu itu. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa penggunaan buzzer mencapai puncaknya saat Pilkada DKI 2012, dan sejak saat itu, jumlah buzzer semakin meningkat menjelang pemilihan umum.
Sedangkan, fenomena influencer bermula bukan dari individu, melainkan dari ideologi dan propaganda. Sejak Perang Dunia II, Adolf Hitler menggunakan propaganda untuk menyebarkan doktrin Nazi melalui Menteri Propaganda, Joseph Goebbels. Setelah Perang Dunia II, konsep influencer mulai berubah dan berkembang.
Pada sekitar tahun 2009, media sosial yang semakin populer menjadi platform baru bagi para influencer. Saat itulah istilah influencer seperti yang kita kenal sekarang mulai terbentuk.
Di balik kedua fenomena di atas tentu memberikan peran yang penting terkait dengan penyebaran opini dan informasi kepada publik.
Namun, fenomena ini menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah yang mereka tawarkan hanya sekadar sensasi atau memiliki substansi yang nyata? Apakah ini akan berpengaruh dalam mewujudkan Indonesia-Sentris yang cakap akan transformasi digitalnya? Untuk itu, perlu ditelaah bersama bagaimana fenomena buzzer dan influencer saat ini di Indonesia.
Fenomena Buzzer dan Influencer
Buzzer dan influencer memiliki kesamaan dalam hal memanfaatkan platform digital untuk mencapai audiens luas, Sehingga seringkali masyarakat Indonesia sulit membedakan antara buzzer dan influencer.
Secara realitas buzzer sering dikaitkan dengan aktivitas politik, promosi produk, atau isu tertentu, yang biasanya dilakukan secara masif dan terstruktur. Misalnya, di Indonesia fenomena buzzer akan lebih jelas terlihat pada isu-isu terkait politik seperti pada masa pemilihan umum.
Sementara itu, influencer lebih fokus pada personal branding dan konten kreatif, dengan tujuan utama menarik pengikut dan membangun komunitas.
Misalnya pengaruh influencer terlihat jelas dalam keputusan pembelian konsumen di Indonesia. Survei YouGov dan konsultan komunikasi Vero pada tahun 2024 menunjukkan bahwa influencer sangat berperan dalam membentuk perilaku dan tren konsumen di Indonesia.
Dari 2.000 responden yang terlibat, 94% menyatakan bahwa influencer mempengaruhi pola perilaku dan keputusan pembelian mereka. Beberapa influencer yang ada di Indonesia seperti Molita Lin, Titan Tyra, Rinaldy Alexander, dan masih banyak lagi.
Setelah membaca penjelasan di atas, secara tidak langsung buzzer dan influencer memberikan pengaruh dan dampak yang cukup signifikan di masyarakat Indonesia. Apalagi mereka menggunakan media digital seperti TikTok, Instagram, X (sebelumnya Twitter), Facebook, dan masih banyak lagi yang mempermudah percepatan penyebaran informasi.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah dengan adanya buzzer dan influencer masyarakat akan cakap digital? Apalagi dengan informasi dan konten yang mereka buat sangat bervariasi. Apa yang menjadi perbedaan fungsi antar buzzer dan influencer? Untuk itu mari kita coba telaah bersama bagaimana perbedaan antara buzzer dan influencer di Indonesia.