Justru, Pilkada Damai itu…
Harus dimulai dari peserta atau para calon kepala daerahnya adalah orang-orang baik dengan rekam jejak yang baik. Jika dia adalah seorang petahana, maka program-programnya berhasil dan tidak meninggalkan masalah, seperti perkara korupsi atau perbuatan pidana.
Keadaan ini sangat korelatif, karena calon yang memiliki rekam jejak yang baik, maka dirinya tak begitu sibuk menepis kampanye negatif yang menyerang dirinya. Beda halnya jika calon tersebut memang memiliki banyak masalah, maka dirinya akan disibukkan dengan pembelaan, dan cenderung memutar balikkan fakta. Dengan mengkampanyekan anti hoax.
Pilkada damai itu…
Akan terwujud jika, calon yang maju dalam pilkada tidak ambigu dalam ucapan, perbuatan dan kenyataan. Misalnya calon kepala daerahnya mengaku sudah mendapat rekomendasi partai PKS, ternyata dibantah dan terbukti hoax. Atau mengaku dalam pemberitaan sudah dapat rekomendasi dari partai nya sendiri, ternyata masih belum atau masih mengupayakan. Itu namanya hoax. Bagaimana mungkin rakyat bisa diajak untuk tidak membuat hoax, jika calon nya sendiri tukang hoax. Lucunya sang calon sibuk amplifikasi mengajak jangan menyebar hoax. Nah situasi ini justru dapat memicu situasi yang tidak kondusif, dan mengancam kedamaian Pilkada. Tak mampu membedakan kampanye hitam dan kampanye negatif. Padahal jelas, bahwa perbuatan menyebar sesuatu yang hoax apalagi menyerang martabat orang, bisa dikenakan pasal pencemaran atau ITE.
Namun karena yang diberitakan bukan lah hoax, tak mungkin untuk dilaporkan. Hasilnya playing victim dan menyerang balik dengan sebutan fitnah, tuduhan tak berdasar atau hoax. Justru di sinilah para calon peserta Pilkada terkadang seperti berkelit dari fakta.
Tapi kita patut apresiasi ajakan salah satu calon yang mengajak menjaga kondusifitas Pilkada 2024 mendatang. Namun apresiasi nya akan lebih jika sang calon lebih jujur soal konfirmasi wartawan terkait keterlibatannya dalam berbagai masalah hukum, masalah Tipikor termasuk masalah program yang gagal. Bukan lantas membangun kontra opini seolah-olah menjadi seorang korban fitnah atau korban black campaign berbau hoax.
Basi…!!! (***)