Scroll untuk baca artikel
Pasang Iklan
WhatsApp Image 2025-02-08 at 13.44.05
WhatsApp Image 2025-02-05 at 15.10.39
IMG-20250228-WA0004
IMG-20250311-WA0000
previous arrow
next arrow
Opini

Transparansi RUPS sebagai Upaya Perlindungan Pemegang Saham Minoritas

×

Transparansi RUPS sebagai Upaya Perlindungan Pemegang Saham Minoritas

Sebarkan artikel ini
Transparansi RUPS sebagai Upaya Perlindungan Pemegang Saham Minoritas
Amanda Putri Febi Lestari. (Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung)

Penulis: Amanda Putri Febi Lestari

Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung

Transparansi RUPS sebagai Upaya Perlindungan Pemegang Saham Minoritas

SEKILASINDONEWS.COM – Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan forum tertinggi dalam struktur tata kelola perusahaan yang memiliki wewenang penting, seperti mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris, mengesahkan laporan keuangan, dan mengambil keputusan strategis lainnya.

Namun, realitanya, RUPS kerap kali hanya menjadi formalitas, yang di mana keputusan ini telah ditentukan oleh pemegang saham mayoritas sebelum rapat dimulai. Hal ini dapat berpotensi merugikan pemegang saham minoritas yang tidak memiliki suara signifikan dalam pengambilan keputusan.

Saya berpandangan bahwa pelaksanaan RUPS di Indonesia masih perlu ditinjau kembali dari sisi praktik akuntabilitas dan transparansi. Dengan maraknya konflik kepentingan, ketimpangan informasi, dan dominasi pemegang saham mayoritas, perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham minoritas menjadi penting untuk ditegakkan demi menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkeadilan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), RUPS dibedakan menjadi RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa, yang masing-masing memiliki agenda tersendiri.

Namun, dalam praktiknya, banyak pemegang saham minoritas mengeluhkan ketidakjelasan informasi dan keterbatasan akses terhadap dokumen penting sebelum RUPS dilangsungkan.

Contohnya terjadi dalam kasus PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) pada tahun 2018, di mana pemegang saham minoritas mempertanyakan keabsahan RUPS yang menetapkan manajemen baru.

Kasus ini sempat mengundang perhatian publik karena dinilai tidak transparan dan memunculkan konflik kepentingan antar pemegang saham besar. Hal ini menunjukkan bahwa RUPS rentan disalahgunakan bila tidak diawasi dengan baik.

Ketimpangan informasi yang terjadi antara pemegang saham mayoritas dan minoritas melanggar prinsip Good Corporate Governance (GCG), khususnya prinsip transparansi dan keadilan.

Menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), salah satu indikator tata kelola perusahaan yang baik adalah keterlibatan aktif pemegang saham minoritas dalam proses pengambilan keputusan (OECD Principles of Corporate Governance, 2015).

Lemahnya penegakan sanksi terhadap direksi dan komisaris yang tidak transparan memperparah ketidakadilan dalam RUPS. Direksi atau komisaris seharusnya menyampaikan semua informasi penting secara baik, benar dan terbuka kepada pemegang saham.

Namun, dalam praktiknya, jika mereka lalai atau bahkan menyembunyikan terkait informasi, sanksi yang diberikan oleh OJK seringkali tidak cukup tegas.

Padahal, menurut Peraturan OJK No. 31/POJK.04/2015, perusahaan publik yang tidak melaporkan informasi penting bisa dikenai denda, pembatasan kegiatan usaha, bahkan pencabutan izin.

Akses Terus Biar Update